Di tengah hiruk-pikuk kota besar, Nayla, seorang gadis berusia 20 tahun, berdiri tegar dengan sorot mata penuh harapan. Setelah lulus dari pesantren, Nayla memiliki mimpi besar untuk melanjutkan pendidikan di bidang psikologi. Namun, hidup kerap menyajikan ujian tak terduga. Alih-alih duduk di bangku kuliah, Nayla kini berperan sebagai tulang punggung keluarga, sebuah tanggung jawab besar yang ia emban dengan keteguhan hati.
Lulus dari pesantren adalah pencapaian besar bagi Nayla. Dengan semangat, ia mulai mencari universitas yang sesuai dengan minatnya yaitu di bidang psikologi. Beberapa kampus telah ia survei, mencari yang tidak hanya cocok dengan bakatnya, tetapi juga terjangkau. Sayangnya, keterbatasan biaya memaksa Nayla menunda mimpinya. “Allah itu selalu kasih kita jalan yang terbaik, itung itung cari pengalaman baru jadi aku memilih untuk bekerja dulu sambil menabung persiapan untuk kuliah tahun depan” ujarnya penuh keyakinan
Peluang datang ketika ia diterima sebagai guru tahfidz di sebuah sekolah, hanya seminggu setelah melamar. Ibunya jatuh sakit, sebelumnya sang ibu sempat mengalami keguguran, menyebabkan tubuhnya melemah dan harus beristirahat panjang. Ketika diperiksa lebih lanjut, dokter menemukan tumor yang ditemukan pada ibu nayla, yang mana itu memerlukan biopsi untuk menentukan jenisnya, apakah jinak atau ganas, sehingga dapat diberikan perawatan yang tepat.
Sayangnya, prosedur itu terus tertunda akibat kondisi kesehatan sang ibu sebelumnya karena keguguran sehingga belum bisa langsung melakukan biopsi karena kesehatan yang belum stabil. Setelah tiga minggu penantian, biopsi akhirnya dilakukan, dan hasilnya mengejutkan yaitu tumor ganas. Kabar ini mengubah kehidupan keluarga nayla secara drastis. Ibunya yang sebelumnya menjadi penopang utama ekonomi keluarga, tak lagi mampu bekerja. Sementara itu, ayahnya, meski terus berusaha, hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari.
Foto terakhir nayla bersama keluarganya sebelum kepergian sang ibunda
“sejak ibu udah mulai sakit, aku udah tau aku harus gantiin ibu buat tanggung jawab ini” ucap nayla. Nayla tidak menyerah, Ia menggantikan peran ibunya sebagai penopang keluarga. Selama Sembilan bulan ia bekerja dengan giat, berusaha menyeimbangkan kebutuhan keluarga dan cita-cita yang terus ia simpan dalam hati. Takdir berkata lain sang ibu menghembuskan napas terakhirnya, meninggalkan keluarga kecil itu dalam duka mendalam.
Nayla bersama kedua adiknya yang menjadi motivasi utama untuk terus berjuang
Kini, Nayla, benar-benar menjadi pusat keluarga, menjaga mereka tetap utuh di tengah badai yang menghantam. Setelah beberapa bulan kejadian itu Nayla tetap bangkit dan terus berusaha menggantikan peran ibu untuk tetap menjaga keluarganya, terutama untuk seorang adik kecilnya yang baru duduk di bangku SD. Hingga saat ini ia memang masih menggantung mimpinya, bukan karena ia menyerah, tetapi karena cinta dan tanggung jawab memanggilnya lebih dulu. Sebagai guru tahfidz, ia terus bekerja, mendidik, dan mendukung keluarganya. Nayla adalah cerminan yang nyata bahwa kasih sayang seorang ibu tidak hanya soal melahirkan, tetapi juga tentang cinta yang tumbuh dari ketulusan hati seorang anak.
Feature~Shofiyyah Nurul Izzati